Kala itu ketika pemerintah akan menerapkan regulasi new normal, hatiku ikut riang gembira. Berpikir bahwa semua aspek kehidupan akan membaik sebagaimana sediakala. Nyatanya itu masih ilusi yang wajib ain setiap individu perlu waspadai.
Terlebih, meski sebagian besar orang telah bekerja dan beraktivitas di luar rumah namun kegiatan belajar mengajar masih tetap dilakukan secara daring. Orangtua yang tidak terbiasa menemani belajar anaknya namun tetap memantau dan mengontrolnya malah kewalahan dan stres sendiri karena anak terlihat bermalas-malasan.
Tugas-tugas sekolah yang enggan segera dikerjakan sedangkan mata pelajaran lainnya juga tak henti memberi tugas. Akibatnya tugas-tugas jarang berakhir in time atau on time. Kecintaan dan minat dalam belajar pun redup dibandingkan melalui tatap muka langsung di sekolah. Padahal sebagian orangtua telah mengusahakan semaksimal mungkin memberikan fasilitas dalam menunjang pembelajarannya.
Namun fasilitas gawai yang diberikan, tidak diprioritaskan untuk menonjolkan aktivitas sekolahnya namun dijadikan teman hiburan dan pemusnah bosan setiap waktu yang tiada pasti kapan akan terlihat titik terangnya.
Melihat kelakuan anak yang setiap hari begini tentu saja membuat geram orangtua apalagi perekonomian sedang dalam masa penstabilan. Emosi orangtua pun mudah mengalami lonjakan ke arah negatif. Sedangkan mereka sendiri kurang mampu berperan baik sebagai pendidik selama tuntutan belajar di rumah saja. Apalagi jika tidak memiliki jiwa pengajar duhh alamat deh.
Contoh study kasus yang menimpa kakak perempuan saya yang berprofesi sebagai wiraswasta di Bali dengan bisnis distributor ayam potong_warung makan hingga rumah makan_ dan pedagang di pasar. Mengalami kesulitan untuk membimbing anak bungsu laki-lakinya yang mondok di pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto yang melakukan kegiatan sekolah daring. Pasalnya kakak saya tersebut berjiwa bisnis. Tentu saja pikiran, harapan dan gerakannya sangat cepat dan mudah meremehkan jika sessorang kurang tanggap.
Emosi pun sering tidak stabil dan bahkan menyalahkan anak atas kurang tanggapnya
Sebagai penetralisir, orangtua harus berusaha mengelola emosi dengan cara meregulasi emosi agar tidak mudah tersulut dengan strategi sebagai berikut.
- Tenangkan diri 5 detik untuk mengambil napas sebelum merespon
- Aktif mendengarkan tanpa memotong pembicaraan atau keluhan si objek
- Sediakan me time khusus. Boleh jadi untuk olahraga, melakukan hobi maupun aktivitas yang sudah jarang dilakukan bersama.
- Tetap terkoneksi dengan kerabat. Biar bagaimanapun mereka memiliki ikatan darah dengan kita. Seringnya berkomunikasi, menjadikan silaturahmi tetap harmonis dan pikiran dapat plong dengan beberapa saran dan nasehat darinya.
Tak cukup disitu. Orangtua pun sangat perlu melakukan hal-hal berikut ini agar perannya sebagai fasilitator dan teman belajar bagi anak selama di rumah dapat berjalan sebagaimana mestinya karena kehadiran orangtua dalam mendampingi belajar, memotivasi, mengendalikan emosinya, hingga membimbing dalam pengendalian keputusan adalah kewajiban.
Annida Anastiani, S. Psi, M.Psi selaku pemateri dalam KulWap #semua mendidik yang dipersembahkan oleh @ceren_learning, @gemaLtc, dan @keluargabonsai.id yang saya ikuti bulan Juli lalu menjabarkan bahwa ada 6 hal yang sebaiknya orangtua miliki dalam mendidik anaknya sebagaimana berikut ini.
Memiliki parental self-efficacy yang baik
Parental self-efficacy artinya memiliki keyakinan yang tinggi terhadap diri sendiri bahwa dapat melakukan kegiatan parenting yang baik. Sebab ke-optimisan merupakan kunci utama dan pertama yang harus orangtua miliki. Meski pada kenyataannya memang tidak pernah ada ceritanya orangtua yang sempurna pun tidak adanya sekolah khusus mencetak profesi orangtua, sarjana orangtua, magister orangtua atau bahkan Professor orangtua.
Kesempurnaan menjadi orangtua hanya bisa diperoleh dengan seringnya terus belajar agar dapat mendidik anak lebih baik. Kemudian sering mengevaluasi diri bukan malah menyalahkan anak akibat suatu hal yang tidak pernah diharapkan terjadi.
Memiliki pola asuh otoritatif /autonomy supportive
Pola asuh ini memiliki arti bahwa orangtua memiliki ketegasan sekaligus kehangatan. Sehingga dapat membantu anak memiliki motivasi internal yang tinggi dan menjadi pelajar yang mandiri.
Penerapan dalam keseharian seperti saat orangtua mampu berkata tegas iya dan tidak akan suatu hal dengan memberikan alasan yang bisa diterima oleh si anak sehingga anak pun tidak rewel atas ketegasan orangtua tapi ketegasan itu bukan berarti membuat dingin hubungan anak-orangtua yaa tapi keduanya mampu menciptakan kehangatan pula di luar ketegasan orangtuanya.
Melakukan disiplin positif
Disiplin positif ini adalah bagaimana orangtua mampu membantu anak dalam memahami konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan terhadap dirinya atau lingkungannya bukan denga hukuman.
Contoh studi kasus yang dilakukan oleh Pak Ario Muhammad penulis buku Phd Parent stories. Cara beliau mendidik anaknya dalam memahami perbuatan yang dilakukan oleh putra sulungnya adalah jika si anaknya melakukan kesalahan, beliau akan mengingatkan dan jika kesalahannya cukup besar, ia akan meminta anaknya merenungkan kesalahannya. Biasanya si anak akan berdiri di dekat horden sampai ia menyadari kesalahannya dan berlarian menghampiri si ayah untuk melapor dan tidak akan mengulangi lagi.
Melakukan scaffolding ketika anak bereksplorasi
Scaffolding adalah proses bertahap si anak atas bantuan orangtua yang penuh kemudian menjadi semakin minim hingga akhirnya anak menjadi mandiri tanpa harus diingatkan dalam mempelajari atau bereksplorasi dengan suatu hal.
Menerapkan home-based activities
Orangtua tidak hanya membantu dalam mengerjakan PR tetapi juga menjadikan kegiatan-kegiatan di rumah seperti memasak, merapikan tempat tidur, berkebun, dan aktivitas lainnya sebagai pelajaran yang dapat dikaitkan dengan pelajaran di sekolah.
Bekerjasama dengan pasangan
Dalam membesarkan anak, diperlukan ketegasan dan kehangatan secara bersamaan atau dengan kata lain memiliki kesamaan visi dengan pasangan bahkan dengan anggota keluarga yang ikut terlibat dalam membesarkan anak.
Last but not least
Orangtua perlu menanamkan pada diri sendiri bahwa bagaimanapun "saya tetap orangtua untuk anak saya" sehingga meski tidak berprofesi sebagai guru tidak juga menyalahkan diri sendiri atas kurangnya kemampuan dalam menemani belajar si anak bak guru sebenarnya dan menyesuaikan ekspektasi bahwa kejadian ini memberikan dampak untuk semua orang. Semua pasti ada hikmahnya. Percaya dan yakinlah! Insya Allah hati akan terasa lebih tenang.
27 Komentar
makasih sharingnya
BalasHapusSama sama kak
Hapussetuju dengan 4 poin regulasi emosi itu. Terutama poin 03. Kadang suka kelupaan buat me time karena ngerjain ina itu padahal butuh juga me time itu untuk refreshing dari tekanan yang dijalani sehari-hari
BalasHapusThanks ya buat infonya ^^
Bekal untuk parenting nanti hehe
Betul kak. Aku pun menuliskan ini sebagai bekal di masa mendatang haha
HapusAku jarang banget bisa me-time, huhu.. Bisapun palingan cuma sesaat, haha..
BalasHapusPoin terakhir memang harus kudu kompak sama pasangan ya dalam mendidik anak. Supaya anak juga bisa dekat dengan kedua orangtuanya, bukan hanya salah satu.
Semoga kita bisa selalu "ber-emosi" sesuai etika yaa, hehe..
Aamin ya rabbal alamin. Karena emosi yang sesuai etika tentunya akan lebih baik ya kak😊
HapusKadang justru karena riweh ngerjain macem macem akhirnya ngerjain job malah jadi me time tersendiri 😄
BalasHapusWah alhamdulillah dong
HapusWaduh bener banget. Nyatanya ngga cuma anak dan orangtua yang stres, gurunya pun ikutan stres lho huhu sedihh lihatnya
BalasHapusBener kak. Kakak iparku merasakannya begitupula sesama teman guru sebelum ovi resign hehe
Hapusmengelola emosi ini penting ya, terutama bagi emak yang harus menjalani PJJ. gak jarang memang ngeluh anak sulit di ajak belajar dan maunya main terus. bikin schedule dan branstorming baik dan anak orangtua itu emang penting sekali.
BalasHapussambil terus berusaha walo ingin protes tapi gak bisa. hehehe
Sekarang anak2 udah pada balik pondok kan ya Mbak? jadi si Mbaknya udah bisa fokus bisnis lagi nih,..
BalasHapusMemang kegiatan PJJ ini memberikan insght2 baru tentang makna pendidikan itu sendiri. Ternyata ada banyak hal yang muncul dalam kegiatan tersebut. Merasa tidak mampu, merasa mudah emosi, merasa nggak sabaran, dan merasa ingin tetap bisa dan dipaksakan.
Tips yang dipaparkan oleh Mba Annida sebagai psikolog ini juga menarik. Sersan ya konsepnya. Serius tapi santai. Bisa banget nih dipake buat kegiatan pengajaran sehari-hari bareng anak.
Iya. Kebetulan beberapa bulan yang lalu, saya yang nganteriin Ponakan ke pondoknya. Alhamdulillah dEngan beradanya dia di.pesantren, mama nya lebih tenang.
HapusHallo Kak, ini materinya penting banget.
BalasHapusTerutama ketika kondisi terisolasi dan ada keterbatasan dalam bersosialisasi serta perubahan ekonomi menimbulkan tingkat stress yang lebih tinggi. Kebetulan saya juga banyak teman-teman di Bali karena dulu pernah kerja disana, signifikan sekali terasa perbedaannya karena sektor pariwisata menjadi andalan utama.
Setuju kak, tidak ada orang tua yang sempurna, dan tidak ada sekolah khusus mencetak profesi orang tua.
Semoga badai cepat berlalu ....
Aamin ya rabbal alamin.
BalasHapusKakakku begitubegitu kak haha perekonomian di Bali turun drastis
Kak Ovi mantul nih persiapan mau nikah ya? Udah paham seluk beluk dunia stress emak-emak hehe.
BalasHapusKebetulan aku belum ada rasain PJJ tapi melihat ribetnya suami ngajar anak SMA pasti lebih ribet lagi ngajar anak SD 😅ðŸ¤
Hahahah kak Tri ada aja. Tapi ilmu parenting itu perlu sih kak menurut ovi sebelum menikah. #eakk haha
HapusMba Ovi, aku aja pas momong anak sodara aja harus belajar menstabilkan emosi apalagi ntar kalau ada anak. Tapi pasti menyenangkan jika bekerjasama dengan suami. Seru ya.
BalasHapusWaduh kalau berandai-andai sih kak yang kebayang seneng-senengnya mulu wkkwwk
Hapuspenting banget nih untuk dibaca mamak mamak yang lagi nemenin skolah daring, thanks kak sharingnya
BalasHapusWith pleasure
Hapuswah ini emang penting banget, ya. ada temenku punya 2 anak, anak yang 1 sekolah online dan yang satu masih bayi. tiap hari nangis karena gak sanggup kudu ngurus rumah juga, akhirnya sama suaminya di kasih pembantu pulang pergi, biar istrinya urus anak aja. Ya Allah, emang gak mudah. baca ini jadi paham deh bahwa management emosi penting, ya.
BalasHapusUntung pak suaminya pengertian ya kak
HapusSetuju banget dengan cara pengelolaan emosi seperti ini dan yang paling penting buatku adalah tahap me time itu hihihi
BalasHapusMe time, diberi duit yang banyak ama suami pas nyalon. Duhhh gak mau nolak hahah setelahnya di biarin gak ngurus rumah. Duhhh senangnya. #padahal belum bersuami wkwkwk
HapusBisa karena biasa sbnrnya ka ovi...memang hrs disengaja dilatih spy bs memanaje dgn baik nih
BalasHapusNah bener sekali kak Ina..makanya emosional anak dan orangtua harus dibangun
HapusHai, thank you for visiting my home and leave a friendly comment. Hopefully, you enjoy and take the rewarding of every post.