Menjadi cerdas dalam mengatur keuangan adalah hak setiap orang. Baik yang hidup dalam kategori kelas sosial tinggi, menengah, bahkan rendah.  Buku ini mengajak pembacanya agar memiliki cita-cita menjadi orang kaya raya dengan bergelimang harta namun cerdas mengelola keuangan dengan tetap memiliki hati membumi sesuai dengan koridor dalam agama Islam. Di sisi lain, rukun Islam terakhir, Allah memerintahkan hambanya untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Secara tersirat, hambanya dianjurkan untuk menaikkan taraf hidupnya. Sebab orang fakir lebih dekat menjadi kufur. Naudzubillah min dzalik.

Buku ini diawali dengan cerita inspiratif seorang pengayuh becak dalam kesehariannya. Namun atas kecerdasan finansialnya, siapa sangka ia mampu menunaikan ibadah haji ke tanah suci bersama istri tercintanya, menjadi juragan becak, memiliki aset produktif, dan anaknya menerima pendidikan yang sangat layak. See, seorang tukang becak sering kita claim sebagai profesi rendahan yang akan sulit menjadi kaya raya. faktanya, pekerja kantoran, pengusaha, maupun pegawai negeri masih banyak yang kelimpungan dan jarang memiliki aset produktif.

Penyebabnya bisa jadi karena salah niat dalam mencari uang, cara mendapatkannya, dan bagaimana membelanjakannya atau kemungkinan yang paling umum, saat perekonomian semakin membaik, dan mulai meroket, ia jadi meningkatkan gaya hidup, dan konsumerisme mulai mengakar sangat kuat hingga lupa akan kewajibannya untuk membagikan rezekinya juga kepada orang lain. Padahal, rezeki yang kita terima adalah semata-mata bukan kerja keras sendiri tetapi ada campur tangan sang Esa.

Saat memiliki kebiasaan menimbun kekayaan terus dipupuk, tanpa menoleh ke orang-orang yang memang sudah sepantasnya menerima rezeki tersebut seperti; orangtua, keluarga dekat, fakir miskin dan lainnya. Maka sudah pasti hartanya akan habis dan kelak akan mendapatkan azab yang pedih.

Pembagian rezeki kepada yang berhak mendapatkannya, tertulis berulang-ulang dalam buku ini sesuai dengan Alquran, kitab panutan umat Islam. Serta juga terdapat beberapa contoh cara menyusun prioritas pos-pos untuk siapa saja dengan penghasilan atau gaji yang diterima untuk dibagikan, cara untuk memenuhi kebutuhan harian, dan pendidikan anak.


Dari studi kasus ini dapat ditarik benang merahnya bahwa menjadi orang kaya raya, bukan melulu soal harta warisan yang gak akan habis tujuh turunan dari nenek moyang. Sebab menjadi tajir adalah hak setiap insan. Tergantung maukah menjadi orang cerdas sehingga kebutuhannya tercukupi dan bisa memberi lebih kepada orang lain. Dalam Islam, uang atau rezeki yang kita peroleh, tidak murni 100% milik pribadi namun ada hak orang lain, yang perlu kita keluarkan. Akan tetapi banyak sekali yang meragukan tindakan ini karena takut akan kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan harian. Padahal seberapapun rezeki atau uang yang kita terima dan peroleh , jika dialokasikan ke pos-pos yang benar, rezeki pun akan berkah.


Rezeki kita merupakan hak Allah untuk dibagikan kepada orang lain. Oleh karenanya, hubungan Allah dengan hambanya tidak bersifat matematis. Jika memberi 1+1 hasilnya tidak harus 2 namun bisa 7 atau bahkan 700. Itulah balasan berlipat ganda atas rezeki yang dikeluarkan oleh hambaNya. ~Nurul Chomaria; Cerdas Finansial Ala Keluarga Muslim

 
Buku ini sangat bagus sekali dibaca oleh Pasutri dan bagi kedua calon mempelai sebelum akad. Sebab dalam buku ini dibahas secara detail tentang kewajiban seorang suami dalam rumah tangga dan manajemen keuangan keluarga untuk sang istri terapkan. Tinggal menyesuaikan saja. Mulai dari cara post post gajian atau usaha suami saja atau keduanya untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, tabungan dan lainnya.


For your information:
Kebutuhan primer adalah kebutuhan dasar manusia yang mutlak harus dipenuhi agar bisa menjalankan kehidupan. Seperti; sandang, pangan dan papan. Sedangkan kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan tambahan yang melengkapi kebutuhan primer. Seperti; AC, kompor elektrik dan lainnya. Jadi, kebutuhan sekunder ini muncul jika kebutuhan primer sudah terpenuhi. Kemudian kebutuhan tersier merupakan kebutuhan manusia yang sering disebut dengan kebutuhan akan sesuatu yang bersifat mewah. Seperti makan di restoran termahal, travelling ke luar negeri dan lainnya.
Jadi, meskipun kebutuhan tersier ini tidak dapat dipenuhi oleh seseorang, ia masih bisa untuk bertahan hidup. 


Penulis; Nurul Chomaria, S.PSi
Penerbit; Elex Media Komputindo
Tahun Terbit; 2015
Ketebalan; 189



Saat sudah paham dalam pengelolaan finansial dan telah tereduksi sebelumnya. Maka sebelum menikah, sedang dalam usia pernikahan seumuran jagung dan saat usia pernikahan sudah lama, insya Allah keluarga akan tetap harmonis. Sehingga visi misi menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah sebagaimana doa-doa dari tamu undangan, keluarga, dan diri sendiri akan mudah tercapai.

Baca Juga