Setiap orang beda-beda ujiannya
Merasakan seperempat abad hidup di bumi ini aku memiliki personal tafsiran bahwa keputusan paling sulit dalam hidup adalah menentukan hidup-matinya seseorang. Sungguh sebuah ujian yang cukup berat! Bukan pada saat menerima khitbah Ikhwan yang akan menjadi pasangan hidup atau menerima perjodohan terhadap seseorang yang tidak disukai dan sama sekali bukan pasangan yang di idam-idamkan.
20 Agustus 2021 lalu adalah tanggal tepat hari jadi
pernikahan aku dan suami yang ke-3 bulan. Masih pengantin baru kata orang,
masih senang-senangnya. Makanya ucapan happy anniversary masih rutin diucapkan
sekalian sebagai reminder dan refleksi kedepannya dalam membangun rumah tangga
cinta lebih subur lagi sesuai anjuran agama. (Semoga tetap bisa Istiqomah
hingga ajal memisahkan).
Namun, pilu malah menghantam tajam hatiku, ketika siang itu dering telepon darinya malah bukan suaranya yang muncul tapi temannya yang menginformasikan bahwa ia tengah bersimbah darah dengan kondisi memprihatinkan akibat kecelakaan tunggal dengan truk. Sesak sekali mendengar kabar itu. Membayangkannya ngilu sekali. Sebuah kendaraan besar berhadapan dengan motor dan seorang yang tidak bertulang baja. Kesenggol motor atau jatuh di jalan raya saja sudah sakit lalu bagaimana jika kesenggol atau berlawanan dengan kendaraan yang satu ini?
Setibanya dari tempat kerja menuju parkiran puskesmas, sudah
banyak kerabat suami dengan mata sembab dan memerah. Hatiku sungguh tak karuan.
Mencoba menepis segala macam dugaan yang berlalu-lalang. Hingga melihat
langsung kondisinya yang begitu mengenaskan lalu air mataku tumpah dan dadaku
sesak melihat dia serinci mungkin dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Mataku berhenti lalu melotot ke punggung tangannya yang diletakkan di atas perutnya. Kaos merah berstiker Unyil di dada yang ia kenakan sudah penuh dengan darah akibat luka di punggung tangan kanannya seperti habis di golok, kemudian pandanganku beralih pada kedua jari kanan kelingking dan manisnya yang mengecil juga penuh darah. Jika jari-jari tangannya dilihat dari jauh kedua jari tersebut seperti buntung dan yang paling menyayat hati adalah darah yang tak henti-hentinya mengalir deras dari lutut suami. Terjadi robekan pada kulit lutut yang cukup serius. Sehingga meski sudah di jahit oleh perawatnya darah itu keluar lagi dari arah yang berbeda.
Dewasa itu ada ujiannya
Pihak dari keluarga suami meminta persetujuanku untuk dibawa ke RSUD atas saran perawatnya. Aku pun langsung mengiyakan. Aku takut sekali pendarahan yang tak henti-hentinya malah akan membuat dia kehilangan banyak darah. Namun pihak keluargaku dan sebagian keluarga suami kurang setuju atas keputusan yang aku ambil dan ikut khawatir jika tidak segera dibawa ke dukun yang menangani patah tulang malah akan berakibat fatal.
Dalam pikiranku, mana mungkin aku bisa se-tenang dan seikhlas itu untuk dibawa ke dukun sedangkan ia terluka dan darahnya mengalir tanpa henti. Ini bukan patah tulang saja! Bayangkan dari pukul 11.00 siang hingga 16.00 sore hari, suami masih terbaring di kasur puskesmas dan darah belum juga mampet meski sudah di jahit. Apa membawa ke dukun jadi solusi terbaik? tapi hatiku menolak setuju. Meski, alasan mereka sebenarnya juga cukup masuk akal.
Jika di bawa ke RSUD pasti lama penanganan. Rujukan dari puskesmas saja berjam-jam an untuk di acc. Apalagi setelah ditangani RSUD pihak sana masih merujuk ke kabupaten lain untuk melakukan operasi dan lainya. Karena masih terjegat dengan administrasi atau tanggapan dokter dalam memberi keputusan untuk segera di bawa atau tidak. Ribet dan memakan waktu memang.
Aku semakin terombang-ambing mengingat data lapangan di tetangga sekitar bahwa memang lebih banyak berhasil di bawa ke dukun ketimbang melalui dokter. Aku semakin takut, bagaimana jika suami lambat dalam penanganan lalu sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Sungguh pasti aku akan menjadi sasaran kritik dan cemooh dari mereka yang menganggap bahwa aku sok pintar, tidak mau dinasehati, tidak kasihan terhadap jeritan sakitnya suami saat dijahit, dan di pindahkan dari kasur pasien ke ambulance, dan umpatan lainnya.
Saat itu, aku terombang-ambing tapi aku dituntut dewasa, berpikir jernih dengan
situasi ini, harus berpegang teguh terhadap keputusan dan jangan sampai salah
agar suami segera menerima pertolongan tercepat dan terbaik untuknya. Meski hatiku
berdegup kencang dan was-was apakah aku telah memberi keputusan yang tepat.
Akhirnya aku mengepalkan keputusan untuk dibawa ke RSUD dulu
baru kemudian bisa lihat hasil rontgen nya dan bisa lanjut ke penanganan yang
patut diambil setelahnya. Tepat pukul 22.00 WIB saya membawa paksa pulang suami
lalu dialihkan ke dukun pijat sebagaimana tetangga di rumah suami pernah
berobat juga.
16 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSemoga suami segera membaik ya mba. Cerita lanjutannya gmn ?
BalasHapusSemoga segera membaik, sabar ya mbak. Saya tunggu kabar baik selanjutnya
BalasHapusYa Allah, sabar ya kak Ofi, semoga suami segera pulih. Allah kasih ujian sesuai kemampuan umatnya.
BalasHapusYa Allah mbak Ovi peluk dari jauh, astagfirulloh membaca dari awal rasanya hatiku ngilu mbak.
BalasHapusSemoga Allah segera memberi kesembuhan kepada suami dan sehat seperti sedia kala.
Mbak sehat2 juga ya.
Mba Ovi yang tabah dan kuat ya, semoga suami lekas sehat lagi, pulih lagi dengan sehat yang total. Andai di posisimu pasti rasanya sama. Pengantin baru 3 bulan itu mah. Mba Ovi yang kuat pokoknya ya
BalasHapusSemoga lekas sehat total kembali ya mbak untuk suaminya :) semoga kuat menerima dan menjalani cobaan
BalasHapusBismillah... Semua pasti akan membaik dear. Kamu bisa kuat kok.
BalasHapusYa Allah semoga lekas sehat ya mbak suaminya. Pasti kemrungsung dan bingung banget.
BalasHapusSubhanallah, semoga suami cpt pulih ya, Vi. Yg sabar, semoga semuanya cpt berlalu, aamiin..
BalasHapusMemang ya mbak.. Biasanya jelang pernikahan itu suka ada lika liku gitu. Semoga sakinah mawadah warohmah yaaa mbaaak.
BalasHapusYa Allah mba Oviiii.. aku ikut ndredeg bacanya. Sabar ya mbaaa. Kuat yaa..
BalasHapusMana lanjutannyaaa? Semoga semua sehat-sehat ya mba
Ya ampun kak Ovi, aku ikutan makdeg bacanya. Kalau di posisinya kak Ovi, entah bakal kuat atau engga. Baru menikah dan suami dapat musibah huhu. Btw, mana lanjutannya kaaak, kepo baca nih
BalasHapusYa Allah Kak Ovi aku ikut ngilu ngebayangin kondisi suami Kak Ovi. Pasti beliau sangat kesakitan. Masih pengantin baru ujian Kak Ovi luar biasa. Semoga bisa melalui dan suami sehat pulih kembali ya Kak.
BalasHapusMba ovii yg sabar ya... semoga suaminya lekas sembuh dan membaik. Memang kadang ada saja ujian yg diterima manusia. Sya pun rasanya sudah tak terhitung ujian yg diterima
BalasHapusTutut prihatin kak ovi, semoga semuanya baik2 saja... Yang sabar yah kak
BalasHapusHai, thank you for visiting my home and leave a friendly comment. Hopefully, you enjoy and take the rewarding of every post.