Akhir bulan lalu, tepatnya 28 April 2018 matahari mulai menerangi niat kami. Kurang lebih pukul 9  Sabtu pagi, mobil berleter L merk honda city 2007 berisikan empat orang melaju dari sebuah kota keris ujung kabupaten pulau garam menuju Kembangbelor, Pacet-Mojokerto sebuah tempat di mana banyak harapan terpatri, permohonan berlantun, berirama, dan bertebaran menembus langit.

Selama perjalanan, kami menggunakan rukhsoh yang diberikan oleh agama kami menjamak sholat sebagaimana telah sangat memenuhi peraturan dalam islam. Sepanjang berada di dalam mobil, saya dengan ponakan kedua dari enam ponakan yang saya miliki _karena memang perjalanan ini untuk ponakan no 2 jadi hanya dia bersama kami_ lebih sering menutup kesadaran😁.

Mobil berhenti melaju. Riyuh mengusik telinga, anak remaja putra-putri berlalu lalang, alam pun gelap diterangi cahaya putih terang. Dari kaca mobil, nampak pedagang kaki lima berjejer disepanjang sisi kanan jalan. Ketika kelopak mata hendak mengatup, suara menggema terdengar syahdu diiringi musik banjari. Kelopak mata saya pun enggan merapat kembali, saya pun membangunkan ponakan yang masih berada dalam alam bawah sadar. Bisikkan mengalun didaur telinganya "kita sudah sampai. Ayo bangun mimpimu yang nyata" sambil saya seggol bahunya berkali-kali.
Foto diambil dari google

Sesudah kami menyambangi si Elin yang tengah hampir dua tahun berada di daerah tersebut dan melihat-lihat sebentar kondisi sekitar. Saya merasa klop dengan lingkungannya. Harga makanan pun ala kantong pelajar dan santri. Setelah itu, kami menuju penginapan yang telah kami sewa untuk semalam seharga Rp. 250.000,00 penginapan kami tepat menghadap gunung. Ketika pintu dibuka, terdapat kasur bawah untuk tiga orang dilengkapi TV. Melangkah selanjutnya, terdapat kasur atas, bertirai untuk dua orang. Kemudian terdapat dapur dengan fasilitas kompor gas, piring, sendok-garpu, lima mie instan, kopi-gula, wajan, panci, sutil dan kamar mandi disisi kanannya.

Kepulan asap yang menguap-nguap dari stainless, sedikit mengusir rasa dingin yang memeluk erat kami. Rawon memang begitu mantap. Kuahnya yang panas, daging yang empuk, sambal yang pedas, nasi secukupnya, ditambah kerupuk menjadi pelengkap kebersamaan makan malam kami yang sengaja kami bawa dari rumah lengkap dengan rice cooker, lauk, sayur, pisau, dan kebutuhan masak lainnya. Malam itupun kami dapat sejenak melupakan betapa malasnya menyentuh air yang tak kalah dingin dari Malang.

Usai sholat Subuh, orangtua Elin yang mengantar kami ke tempat ini menyarankan untuk jalan-jalan melihat lebih jelas lokasi dan segala sesuatunya. Kami pun berjalan berdua, menikmati suasana pagi lokasi yang sejuk dengan pemandangan yang menyejukkan mata.
Pagi hari menuju pondok

Di kembangbelor Pacet-Mojokero ini, rata-rata perekonomian masyarakat hidup dari percikan kebermanfaatan kiai Asep. Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah. Ada yang sebagai juru masak santri, laundry, penyedia kebutuhan santri, sampai penginapan. Letak pondoknya strategis tidak beredempetan dengan rumah warga.

Ini adalah kali pertama dalam keluarga kami bakal ada anggota keluarga mondok di daerah yang sangat jauh. Selama ini, keluarga kami yang memang pasti menyantri. Mondok paling jauh adalah beda 1 kabupaten tapi tak apa semoga yang menjadi pelopor ini dapat meraih cita-citanya dan menjadi anak sholeh sebagai bekal sangu kami kelak dalam perjalanan akhirat.

Ahad pagi 29 April test pun dilakukan. Setelah ada penyambutan dan penampilan dari santri amanatul ummah. Ada puluhan ruangan test yang dilaksanakan yang diikuti oleh berbagai anak dari berbagai daerah. Nuris ponakan saya berada di ruangan 7. Sore hari, test pun usai dilaksanakan di kampus Abdul chalim itu, yang menurut saya, lumayan bagus, bersih, dan rapi kampusnya. Kami bergegas kepenginapan dan merapikan barang melanjutkan perjalanan ke Malang mengantar bak Zelma kembali ke kostnya yang sempat ikut dari Malang, menunggu di kota Surabaya. Kami pun tiba di kediaman pagi hari senin 30 April pada pukul 8 lewat sekian menit.
Usai mengikuti test

Sejatinya hidup di dunia fana ini, kita hanya menunggu kematian. Menyiapkan bekal untuk perjalanan yang lebih kekal. Jika ibadah dan perbuatan sendiri selama hidup kurang cukup membantu setidaknya ada salah satu dari tiga hal berikut yang dipersiapkan untuk terus membantu menerangi perjalanan akhirat 1. Amal jariyah 2. Ilmu yang bermanfaat dan 3. Doa anak sholeh/sholehah.
Selain ketiga di atas,  tak ada apalagi yang busa dilakukan. Semoga kelak kita memiliki bekal yang cukup untuk menghadapNya.

Baca Juga